Kamis, 12 Februari 2015

Kasus Korupsi dari sudut pandang SIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Lahir di Malang, Jawa Timur, sosok Dhana Widyatmika Merthana adalah pegawai Direktorat Jendral Pajak Indonesia. Pria kelahiran Maret 1974 ini memang sudah menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap dunia keuangan, ekonomi, dan utamanya, perpajakan. Dhana, demikian pria kelahiran 1974 ini biasa dipanggil, menuntaskan kuliah di salah satu institusi pendidikan keuangan paling bergengsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara atau STAN dan melanjutkan pendidikan tingginya di bawah Program Studi Ilmu Administrasi, FISIP UI. 

Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Di Ditjen Pajak, pangkat Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Pada 12 Juli 2011, Dhana Widyatmika dipindahkan dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua.

Pada 2012 silam, nama Dhana menjadi bahan perbincangan karena kasus korupsi yang dilakukannya.  Dhana menjadi tersangka korupsi, terkait pengelapan pajak dan kepemilikan rekening gendut. Walau statusnya masih menjadi PNS dengan golongan III/c dengan pangkat penata, kekayaan Dhana mencapai Rp 60 miliar. 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pembahasan
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany mengungkapkan 'The Next Gayus' ini tidak lagi menjadi pegawai pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini meminta pindah ke instansi lain. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam bulan.  Dhana dianggap terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.

Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.

Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.

Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya.

Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan Dhana.  Adapun hal yang meringakan karena berusia relatif muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan Senin 29 Oktober 2012.

2.2              Analisis Menurut Sudut Pandang Penulis
Kasus penyelewengan dana oleh Dhana Widyatmika sudah jelas sangat merugikan negara. Kasus ini membuktikan bahwa lemahnya perhatian yang dilakukan oleh pihak berwenang terhadap kasus pajak sebelumya.
Dalam kasus ini juga Dhana banyak melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi akuntan.
Kode etik yang pertama yaitu tentang tanggung jawab profesi dengan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan menggelapkan pajak.
Kode etik yang kedua yaitu tentang kepentingan publik dan objektifitas. Hal ini ditunjukkan bahwa Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.
Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.

Prinsip Etika Profesi Akuntan:
1.      Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.      Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4.      Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.      Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
7.      Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
8.      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.



BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Kasus Dhana sudah jelas sangat merugikan Negara hingga milyaran rupiah. Terdakwa Dhana Widyatmika telah mengambil keuntungan dari para wajib pajak, melakukan korupsi dan pencucian uang, penyalahgunaan tugas dan wewenang selaku pemeriksa pajak yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai pengajuan keberatan ke pengadilan pajak sesuai  pasal 2, 3, 12e dan 12g undang-undang Tindak Pidana Korupsi serta pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

3.2              Solusi
Menurut Wakil Ketua Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI Harry Azhar Azis memiliki solusi dengan mengungkapkan sistem pengawasan internal Ditjen Pajak harus dibuat terukur dan fokus yang mana harus dibangun model whistle blower (WB) dan diberi insentif bagi WB berupa reward and punishment yang harus dijalankan dengan ketat. Titik-titik lemah di unit-unit pajak harus diperkuat pengawasannya dan karena itu remunerasi harus mampu mengukur berapa peningkatan moralitas dan produktifitas pegawai pajak. Jika hal itu dijalankan dengan baik maka dimasa depan kasus Gayus dan Dhana Widyatmika ini tidak akan terjadi lagi karena dengan terbangunnya sistem pengawasan itu dapat dideteksi gejala penyimpangan dari awal ( early warning system ).



SUMBER


Tidak ada komentar:

Posting Komentar